Di sepak bola modern, pemain tengah itu udah gak cukup cuma bisa oper bola doang. Harus bisa pressing, bantu build-up, punya visi, dan… stamina gak ada habisnya. Nah, Romano Schmid adalah tipe gelandang all-in-one yang lo bakal suka kalau doyan pemain “kecil-kecil cabe rawit.”
Dia emang gak punya postur kayak gelandang petarung ala Bundesliga (tingginya cuma 1,68 meter), tapi lo kasih bola ke dia — dijamin nyambung terus. Dia lincah, agresif, gak takut duel, dan selalu keliatan sibuk. Buat Werder Bremen dan sekarang juga Austria, Schmid bukan cuma pelengkap, tapi salah satu motor utama serangan.
Awal Mula: Dibentuk Sistem Red Bull
Romano Schmid lahir di Graz, Austria, tanggal 27 Januari 2000. Karier mudanya gak jauh-jauh dari jalur elite Eropa karena dia sempat masuk akademi milik Red Bull Salzburg, salah satu sistem pengembangan pemain terbaik di dunia saat ini.
Di situ dia belajar semua dasar pressing intens, passing cepat, dan pemahaman ruang. Tapi karena persaingan di Salzburg terlalu ketat (dan waktu itu masih remaja), Schmid akhirnya sering main buat tim satelit: FC Liefering di divisi dua Austria.
Meski belum meledak, semua orang yang nonton dia pasti setuju: ini anak punya potensi buat jadi gelandang top. Terlihat dari kontrol bola, visi, dan determinasinya yang udah melebihi usianya.
Transfer ke Werder Bremen: Pindah ke Liga yang Lebih Serius
Tahun 2019, Werder Bremen ngeliat potensi Schmid dan langsung rekrut dia dari Salzburg. Tapi seperti banyak pemain muda lainnya, dia butuh waktu adaptasi. Schmid sempat dipinjamkan dulu ke klub Bundesliga 2, Wolfsberger AC, sebelum akhirnya benar-benar masuk ke skuad utama Bremen musim 2020–21.
Di musim pertamanya bareng Werder di Bundesliga, dia belum langsung jadi starter reguler. Tapi pelan-pelan, performanya makin stabil dan makin keliatan perannya di lini tengah. Dia bisa main sebagai gelandang serang, gelandang tengah, bahkan kadang ditarik ke sisi sayap buat bantu pressing dan jaga ritme.
Gaya Main: Gelandang Lincah, Pintar, dan Gak Nyerah
Kalau lo pernah nonton Romano Schmid main, lo bakal sadar satu hal: anak ini selalu aktif. Kayak gak bisa diem. Gak cuma nunggu bola, tapi aktif cari ruang, bantu transisi, dan kasih opsi buat rekan satu tim.
Ciri khas permainannya:
- Dribble di ruang sempit: Karena posturnya pendek, titik gravitasi rendah, dan susah dijatuhin
- Teknik passing cepat dan akurat: Cocok buat permainan satu dua sentuhan
- Pressing agresif: Sering banget jadi pemicu tekanan ke lawan
- Bisa jadi penghubung antar lini: Gelandang yang ngerti ritme
- Mental petarung: Walau kecil, duel tetap diladenin
Dia emang bukan pemain yang rajin cetak gol atau bikin assist spektakuler, tapi perannya lebih ke arah mengalirkan permainan. Dan lo butuh banget pemain kayak gini kalau mau main cepat dan kolektif.
Statistik Kunci
Di musim 2023–24 bareng Werder Bremen, Romano Schmid udah jadi pemain kunci di lini tengah. Beberapa statistik yang nunjukin pengaruh dia:
- Akurasi operan: 85%+ — banyak dari zona tengah ke sepertiga akhir
- Dribble sukses per game: 1,8
- Key passes: 1,2–1,5 per pertandingan
- Tekel dan intersep: 2–3 per laga
- Menit bermain: Sering jadi starter, bahkan jarang diganti
Artinya? Dia bukan cuma ‘anak muda potensial’ lagi, tapi udah masuk fase gelandang yang bisa diandalkan tiap pekan.
Di Timnas Austria: Naik Kelas Bareng Generasi Baru
Schmid udah jadi bagian dari proyek regenerasi Timnas Austria bareng nama-nama kayak Christoph Baumgartner, Nicolas Seiwald, dan Xaver Schlager. Di bawah pelatih Ralf Rangnick, Austria lagi dibentuk buat main cepat, pressing tinggi, dan Schmid cocok banget di sistem itu.
Di Euro 2024, dia jadi bagian dari skuad dan sempat tampil di fase grup. Meskipun gak selalu starter, kehadiran dia di lapangan kelihatan banget: pinter cari ruang dan langsung nge-press waktu kehilangan bola. Tipikal pemain yang bikin lawan gak nyaman.
Dengan pengalaman turnamen besar itu, Schmid sekarang punya modal buat makin ngegas bareng Austria di kualifikasi dan turnamen berikutnya.
Tantangan: Postur vs Fisik Bundesliga
Satu hal yang kadang bikin Schmid kesulitan di Bundesliga adalah fisik lawan. Karena tinggi badannya cuma 1,68 meter, dia kadang kalah duel udara dan bisa kepental di duel keras. Tapi, dia ngakalinnya pakai kecerdasan dan positioning.
Dan faktanya, pemain dengan postur kecil itu tetap bisa sukses besar kalau mainnya pinter — sebut aja Marco Verratti, Bernardo Silva, atau Xavi Hernández. Dan Romano Schmid jelas punya atribut buat jalan ke arah itu.
Apa Kata Pelatih?
Pelatih Werder Bremen beberapa kali bilang bahwa Schmid adalah pemain yang susah digantikan. Kenapa? Karena dia ngerti taktik, ngerti tempo permainan, dan bisa bantu dua arah — ofensif maupun defensif.
Di pertandingan sulit, Schmid tetap bisa perform. Bahkan kalau lagi nggak nyetak gol atau assist, dia tetap kasih kontribusi lewat passing, pergerakan tanpa bola, dan pressure yang gak putus.
Itu alasan kenapa dia sering jadi pemain “favorit pelatih”, walau kadang gak terlalu disorot media.
Masa Depan? Pintu Masih Luas Terbuka
Schmid masih 25 tahun (per 2025). Artinya, dia lagi ada di fase emas buat berkembang. Kalau dia bisa terus konsisten, bukan gak mungkin dia bakal dilirik klub-klub yang lebih besar dari Werder Bremen.
Apalagi dengan tren klub-klub Eropa sekarang yang mulai sadar pentingnya gelandang serbaguna dengan kerja keras dan kecerdasan posisi. Schmid punya semua itu.
Mau lanjut jadi legenda di Bremen atau cabut ke tim Eropa lain? Dua-duanya terbuka banget. Yang jelas, dia udah lewatin fase adaptasi dan sekarang siap main di level tinggi secara konsisten.
Kesimpulan: Romano Schmid, Pemain Kecil yang Impact-nya Besar
Romano Schmid bukan bintang headline. Tapi dia adalah contoh nyata kalau kerja keras, kecerdasan, dan konsistensi bisa bikin lo survive — bahkan bersinar — di level tertinggi. Dia bukan cuma pemain Austria biasa. Dia adalah bagian penting dari evolusi permainan modern: cepat, padat, dan kolaboratif.
Buat lo yang suka pemain underrated yang mainnya niat dan rapi, Romano Schmid harus masuk watchlist lo. Dia bukan cuma isi formasi — dia penggerak ritme.